“Sebetulnya yang paling sulit ini adalah kita tahu tentang kisah ini, tragedi pembantaian, tapi yang sulit adalah gimana data itu bisa jadi nafas, gimana penonton bisa menghidupi rasanya di zaman itu,” ungkapnya.
Upaya untuk menghidupkan cerita pun menjadi dasar pertimbangan penting dalam proses pemilihan pemain film Kupu Kupu Kertas. Emil merasa, lewat para aktor lah nafas zaman terlahir.
“Untuk itu kita memilih mereka ini, kawan-kawan yang bukan cuma bagus ya aktingnya tapi mereka juga menghidupi karakter-karakter ini dengan tepat. Justru kurasa akhirnya dari pemilihan-pemilihan cast, itulah yang akhirnya ini, nafas zaman itu lahir dari mereka,” katanya.
Sebagai gambaran dari peristiwa pembantaian yang terjadi tahun 1965, cast dan kru film Kupu Kupu Kertas berusaha maksimal untuk menghidupkan kisah dan latar dengan kuat. Bukan berperan sebagai dokumentasi sejarah, melainkan untuk menyampaikan rasa kepada penonton.
“Prosesnya sendiri ya udah seperti biasa kita memilih mana yang paling tepat, memang prosesnya nggak cepet ya karena banyak sekali yang akhirnya jadi pertimbangan dan selain itu ya tinggal gimana dari kawan-kawan juga, gimana kita menciptakan suasana tahun itu. Bukan mencoba untuk menjadi dokumentasi sejarah, tapi mempunyai rasa yang kuat,” tutupnya. (bbi)