img_title
Foto : Monash Lens

IntipSelebHukum aborsi dalam Islam kerap dipertanyakan. Hal ini lantaran ada banyak penyebab seorang perempuan melakukannya serta pertimbangan jangka pandang yang menyangkut banyak hal krusial.

Sebelumnya, perlu diketahui bahwa pemerintah telah resmi mengizinkan praktik aborsi bagi korban pemerkosaan. Kebijakan ini disandarkan pada Peraturan Pemerintah No.28/2024 tentang pelaksanaan Peraturan Pelaksanaan UU Kesehatan yang diteken Presiden Jokowi pada 31 Juli lalu.

Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa seseorang dilarang melakukan aborsi kecuali didasari dua hal, yaitu alasan darurat medis dan korban pemerkosaan. Lantas, seperti apa hukum aborsi dalam Islam? Yuk scroll lebih lanjut!

Hukum Aborsi dalam Islam

freepik/freepik
Foto : freepik/freepik

Berdasarkan dalil ayat Al Qur’an dan Hadist, hukum asal dari aborsi adalah dilarang atau haram dilakukan karena menyangkut dzat yang akan menjadi manusia atau makhluk yang sudah berbentuk manusia.

Meski hukum aborsi dalam Islam sebagaimana dijelaskan di atas adalah haram atau terlarang, tetapi dalam beberapa kondisi hukum ini terkesan kaku apabila tanpa mempertimbangkan beberapa hal. Seorang perempuan hamil dapat disebabkan ketidaksengajaan atau paksaan.

Ulama fiqih mempunyai pandangan yang berbeda tentang hukum aborsi yang dipertimbangkan dengan situasi dan kondisi yang menyertai. Dalam kondisi hamil karena kehendak sendiri, syahwat, dan kesengajaan mutlak haram hukumnya melakukan aborsi. Sedangkan dalam kondisi korban pemerkosaan dan kehamilan yang mengancam jiwa karena suatu penyakit berat, maka aborsi boleh dilakukan.

Dalam Islam terdapat kelonggaran hukum dalam situsi terpaksa. Sebagaimana termaktub dalam firman Allah SWT yakni Qs Al Baqarah: 173 “Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun Maha Penyayang.”

Ayat itu menyebutkan tentang hukum keharaman memakan daging Babi, tetapi dalam keadaan terpaksa padahal ia tidak menginginkannya, maka boleh memakannya tetapi dengan ketentuan tidak berlebihan.

Kemudian adanya Hadist dimana Rasulullah Muhammad saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah menggugurkan dosa dari umatku atas suatu perbuatan yang dilakukan karena khilaf (tidak sengaja), karena lupa, dan karena dipaksa melakukannya (HR. Ibnu Majah No. 2045) (Qardhawi, 1995).”

Hal ini menunjukkan bahwa syariat tidak bersifat kaku di mana hukum bersifat mutlak tanpa ada peluang bagi suatu keadaan berat.

Kesimpulan

Hukum Islam adalah common law system di mana keadilan didapat berdasarkan pengkajian mendalam pada teks dan kontekstual ayat. Ini bermaksud mempertimbangkan kondisi seseorang yang menerima hukum, juga pengkajian atas pengalaman dan fakta konteks sosial (A. Ali, 2009). Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 4 Tahun 2005 tentang ABORSI dapat disimpulkan bahwa hukum aborsi dalam Islam adalah sebagai berikut:

1. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi).

2. Aborsi dibolehkan karena ada uzur, baik bersifat darurat ataupun hajat.

  • Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi adalah perempuan hamil menderita sakit fisik berat, dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
  • Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetik yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan, kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh tim berwenang yakni keluarga korban, dokter dan ulama.

3. Hukum diperbolehkannya aborsi karena keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.

4. Aborsi yang dibolehkan karena uzur atau hajat hanya boleh dilaksanakan di fasilitas kesehatan yang telah ditunjuk oleh pemerintah.

5. Aborsi haram hukumnya pada kehamilan yang terjadi akibat zina.

Topik Terkait