Diyakini oleh para tokoh muda ini, bahwa Madura dengan kekayaan khazanahnya akan mampu untuk mengisi ruang publik, sehingga tidak heran jika orang Madura akan menjadi rujukan para tokoh nasional. Ahasil, dari bincang santai namun gayeng ini, ada beberapa poin yang sangat perlu untuk dilakukan oleh para Lora dan Bhindereh di Madura:
Pertama, memegang prinsip kearifan lokal, sehingga jika kearifan lokal terus kita pertahankan dengan optimis kita tidak mudah untuk digoyah oleh siapapun dan pihak manapun. Kedua, urgensitas kebersamaan agar bisa melangkah dengan konkrit. Karena jika di luar kita bisa memasarkan produknya, di komunitas kita sangat mungkin untuk mengorbitkan para tokoh muda, karena kita memiliki semuanya apa yang diperlukan oleh masyarakat.
Ketiga, saling menunjang dan mendukung. Bukan malah saling menjatuhkan. Keempat, Lora, Bhindereh di Madura harus berpangku tangan menuju kemajuan dan martabat Indonesia.
"Mari kita mulai untuk berjalan bersama-sama, tanpa memandang status dan posisi seorang menuju Madura bermartabat dan menjadi kiblat. Kehadiran kita harus banyak berperan di segala sektor," papar Gus Miftah.
Seperti kita ketahui, idiom cinta NKRI bukan hanya dalam retorika, namun pada aksi nyata. Setia NKRI bukan hanya pada obsesi, juga harus berbarengan dengan i’tikad dan kebersihan hati.
"Mempertahankan NKRI bukan hanya dengan tatapan kosong, akan tetapi harus dengan bersama-sama dan gotong royong. Melihat NKRI bukan hanya satu agama, akan tetapi dengan cara menghormati sesama. Menanamkan kesemangatan jiwa terhadap NKRI bukan sekadar teriakan, akan tetapi harus dengan pembuktian," pungkas Gus Miftah.
"Para Lora dan Bhindereh se-Madura siap untuk membuktikan semua itu sebagai penegasan bahwa Madura masih eksis dan istikamah terhadap NKRI yang sejak lama ditanamkan oleh Syaichona Mohamad Cholil sebagai rujukan utama para ulama nusantara," pungkasnya. (Cy)