Di sisi lain, Ferry mengaku tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut. Sebab, hingga kini, ia masih mendekam di balik jeruji besi.
“Mas Ferry di balik jeruji, dia tak berpenghasilan, tidak bisa beraktivitas yang bisa menghasilkan, sehingga buat pihak kami mengada-ngada. Dalam artian, bagaimana mau mendapatkan penghasilan sementara posisinya di dalam,” kata Sunan Kalijaga.
Namun, pihak Ferry belum menentukan langkah serius perihal nafkah ini. Dalam beberapa hari ke depan, keluarga Ferry bakal berunding terlebih dahulu.
“Ya kita lihat nanti (banding atau tidak). Kemarin juga belum rembukan keluarga, cuma ya tetap keluarga Mas Ferry ingin berpisah,” ujar Sunan.
Meski begitu, pihak Ferry sadar bahwa seorang pria wajib memberikan nafkah untuk mantan istrinya. Yang dipermasalahkan olehnya hanya soal jumlah nominalnya saja.
“Menurut saya nafkah iddah dan mut’ah wajib diberikan kepada suami ke bekas istri. Nafkah iddah selama tiga bulan dan nafkah mut’ah itu hadiah dari suami ketika dia menjalankan rumah tangganya, itu wajib. Tapi terkait masalah angka itu agak suka-suka, dilihat lah dari background yang diminta. Nafkah iddah yang bisa klien saya berikan hanya Rp 200 ribu. Karena ongkos saja minta, makanya saya tulis Rp 200 ribu,” tandas Khairul Iman, kuasa hukum Ferry Irawan. (rgs)