“Walau perlahan, percakapan mengenai representasi dan narasi memiliki pengaruh pada apa yang pada akhirnya tampil di layar. Diskusi seperti yang kita lakukan hari ini juga akan membantu,” ujar Anupama Chopra.
Para panelis juga memaparkan berbagai tantangan yang mereka hadapi perihal mengangkat beragam karakter perempuan yang autentik.
“Selalu ada ekspektasi yang besar terhadap perempuan, entah menjadi ibu atau istri yang sempurna, menjalani hidup sesuai dengan harapan orang di sekelilingnya, atau menjadi figur yang diinginkan orang lain. Namun saya paham betapa sulitnya untuk mencoba menjadi diri yang berani membuat pilihan untuk kita sendiri. Itu mengapa karakter-karakter saya tidak pernah sekadar hitam dan putih, mereka punya kelemahan tapi juga kekuatan,” kata Kamila Andini.
Senada dengan Kamila Andini, Eirene Tran Donohue mengutarakan, “Perlu memberi ruang bagi berbagai kompleksitas yang ada di diri perempuan untuk menghadirkan beragam sisi pada saat yang bersamaan.
Perihal pelaku film perempuan Asia yang semakin diperhitungkan, Manatsanun ‘Donut’ Phanlerdwongsakul berbagi pengalaman selama membuat film.
“Semakin banyak pintu yang terbuka bagi karakter perempuan Asia. Contohnya, ketika saya menonton film atau serial yang menampilkan perempuan Asia, karakter yang tampil adalah ibu konservatif atau anak perempuan yang memberontak kepada keluarganya. Produser dan penulis punya peran untuk menghasilkan karakter yang lebih beragam, bukan hanya stereotipe." katanya.
Marla Ancheta berujar bahwa dengan semakin banyak sorotan terhadap keberhasilan perempuan, para kreator perempuan juga menghadapi tantangan baru dalam menghadirkan karya.