IntipSeleb Lokal – Kabar duka datang dari dunia sastra Tanah Air. Yapi Panda Abdiel Tambayong atau yang lebih dikenal dengan Remy Sylado telah meninggal dunia pada 12 Desember 2022.
Wafatnya Remy Sylado menyisakan kenangan-kenangan indah semasa hidup beliau di benak orang-orang terdekat. Seperti halnya yang dirasakan oleh komedian, Soleh Solihun.
Ia pun turut mengenang pengalaman yang pernah dirasakan saat bersama dengan mendiang Remy Sylado. Seperti apa? Simak kabar selengkapnya di bawah ini.
Kenang Remy Sylado
Melalui Instagram pribadinya, Soleh Solihun mengunggah potret mendiang Remy Sylado. Mengiringi postingan tersebut, Soleh menyebut bahwa ia baru mengetahui bahwa Remy telah berpulang.
Lebih lanjut ia turut menceritakan pengalamannya saat pertama kali bertemu dengan sang sastrawan. Menurutnya, pertemuan pertamanya terjadi saat berada di acara pemutaran film dokumenter IKJ di kisaran tahun 2002.
“Baru dapat kabar. Sastrawan, tokoh sastra mbeling, mantan wartawan musik, dan pemusik Remy Sylado meninggal dunia hari ini. Saya pertama kali bertemu dengannya pada acara pemutaran film dokumenter karya anak IKJ tentang majalah Aktuil yang berjudul "Untuk Kaum Muda" yang entah tahun 2002 atau 2003 diputar di Jatinangor sekaligus ada diskusi bersama beberapa mantan redaksi Aktuil,” tulis Soleh Solihun dikutip dari Instagram pribadinya, Selasa, 13 Desember 2022.
“Lalu pada 2004, saya mewawancarai Sylado di rumahnya di Bandung, untuk keperluan skripsi saya. Dan pada 2010, untuk keperluan Rolling Stone Indonesia edisi 50 Penyanyi Indonesia Terbaik Sepanjang Masa, saya menghubungi Sylado untuk memintanya menulis soal Bing Slamet,” sambungnya.
Pernah Mengedit Karya Remy Sylado Sambil Tawar Menawar
Soleh menyebut bahwa mendiang Remy Sylado sempat mewanti-wantinya untuk tidak mengubah tulisannya. Namun, karena ruang di majalah terbatas, Soleh datang ke rumah Remy untuk bernegosiasi tentang pengetikkan penulisannya.
“Dan benar kata mitos itu, dia mengirimkan naskah berupa ketikan yang diketik memakai mesin tik. Waktu itu dia dikabarkan masih sangat analog. "Tulisannya jangan diedit sedikit pun, ya. Saya punya pengalaman buruk dengan editor, biarpun itu majalah terkenal, jadinya suka mengubah makna tulisan," katanya kepada saya,” tulis Soleh.
“Dan ketika saya harus mengedit tulisannya karena ruang di majalah yang terbatas, maka saya berkunjung ke rumahnya di Cipinang. Kami bernegosiasi. Saya bawa laptop. Saya ketik ulang naskah itu di depannya. Di rumahnya hanya ada mesin tik besar di ruang tengah,” sambungnya.
Soleh kemudian tawar menawar tentang kalimat yang ditulis Remy. Menurutnya, pengalaman tersebut adalah pengalaman tak akan terlupakan.
“Lalu saya melakukan tawar menawar soal kalimat yang ditulisnya. Saya edit di laptop, kami baca bersama-sama. Pokoknya memastikan Sylado merasa makna tulisan tetap sama. Begitu terus sampai saya dapat jumlah kata yang aman buat halaman di majalah,” katanya.
“Sungguh pengalaman yang surealis dan tak akan terlupakan. Mengedit karya sastrawan besar sambil tawar menawar soal tulisannya. Selamat jalan Yapi Panda Abdiel Tambayong,” pungkas Soleh Solihun tentang mendiang Remy Sylado.(prl).