"Ternyata dari semua film itu spiritnya sama, yaiitu bagaimana kepengin menunjukan keburukan hukum di negaranya masing-masing. Korea lebih-lebih. Jadi setelah ketemu sutradara, saya konfirmasi ternyata iya, jadi dia itu kepengin protes dengan hukum yang membuat rakyatnya, warganya kesulitan dan menjadi korban. Sehingga korbannya adalah mental disability sama anak, jadi itu," ujar Hanung.
Hampir dipenjara
Namun sayangnya Hanung tak bisa membawa hal tersebut ke projek film Miracle in Cell No 7 versi Indonesia. Karena menurutnya berbenturan dengan hukum yang berlaku. Hanung pun mengungkapkan bahwa dirinya pernah berurusan dengan hukum dan hampir dipenjara.
“Nah spirit itu pengin saya bawa, itu yang ternyata saya mendapat benturan. Saya tidak bisa bebas. Bebas mengkritik pemerintah, lembaga hukum yang ternyata memang bobrok, gak bisa,” ujar Hanung.
“Karena ada Undang Undang ITE. Undang Undang ITE itu yang membuat saya trauma akhirnya, karena saya pernah masuk pengadilan, nyaris masuk penjara, dianggap salah hanya karena membuat sebuah film. Itu hampir tiga kali saya ngelakuin itu dan saya berhadapan sama polisi," sambungnya.
Karena hal itu lah yang membuat Hanung memutuskan untuk melepas apa yang ia inginkan dan lebih berfokus pada karakternya saja.