Wahyu Soeparno Putro menceritakan kisahnya pertama kali pindah ke Indonesia pada 1999. Melansir Republika, ia menetap di Yogyakarta di rumah seorang pria bernama Soeparno. Rumah bapak Soeparno ini ternyata bersebelahan dengan masjid sehingga suara azan terdengar jelas.
Wahyu mengaku saat itu ia merasa suara azan sangat menganggu telinganya. Ia bahkan menganggap suara azan dari masjid sebagai ‘musuhnya’ karena menganggu jam tidurnya dengan suara yang dianggap gaduh.
Putuskan Pindah Agama
Namun siapa sangka, terbiasa mendengar suara azan membuat hati Wahyu justru luluh. Ia menjadi terbiasa bangun 5-10 menit sebelum azan subuh lantaran suara yang selalu ia dengar berkumandang tiap hari. Hal ini membuatnya kebingungan. Sebab, ia mengaku sejak kecil sangat sulit bangun subuh.
“Ini yang membuat saya heran, padahal sejak kecil saya tak pernah bisa bangun pagi, tapi di sana (Yogyakarta) saya mampu merubah pola hidup saya untuk bangun pagi,” kata Wahyu.
Singkat cerita, Wahyu akhirnya tertarik dengan ajaran agama Islam, ia pun bertemu dengan seorang ustaz dan akhirnya mendapatkan ilmu tentang keyakinan menjadi mualaf. Ia pun kemudian mengucapkan syahadat sekaligus berganti nama menjadi Wahyu Soeparno Putro. Prosesi 'hijrah' itu dilakukannya di masjid yang mengumandangkan adzan Subuh dekat rumahnya, yang dulu dianggap telah mengganggu tidurnya.