IntipSeleb – Perjuangan rakyat Indonesia untuk menggagalkan revisi dari undang-undang Pilkada seakan tak terlihat oleh salah satu menantu dari Presiden Joko Widodo, Erina Gudono. Ditengah-tengah perjuangan yang sedang berlangsung istri dari Kaesang Pangarep ini justru memamerkan gaya hidup mewahnya.
Masyarakat yang geram akan perilaku flexing yang dilakukan oleh Erina Gudono terus mencari celah salah satu yang kini tengah menjadi sorotan adalah bau ketika. Sebenarnya, tidak dipungkiri jika bau ketiak bukanlah suatu masalah besar. Hal ini juga sangat wajar dan bukan sebuah dosa besar.
Namun, ketika rakyat sedang berjuang dan justru flexing gaya hidup mewah. Bau ketiak akhirnya bisa jadi masalah besar. Inilah yang terjadi pada Erina Gudono, istri Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, yang akhir-akhir ini ramai jadi perbincangan di media sosial.
Sebelum membahas lebih dalam tentang masalah yang dihadapi oleh mantu Jokowi itu. Kita lebih dulu mengenal sosoknya, Erina Gudono dikenal sebagai sosok yang cerdas dan berbakat. Ia merupakan model, edukator, dan juga pernah menjadi Puteri Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta 2022. Erina juga berhasil masuk program S2 di University of Pennsylvania, Amerika Serikat, dengan beasiswa parsial.
Flexing di Tengah Krisis Demokrasi
Erina dan Kaesang yang sedang berada di Amerika Serikat menuai kritik setelah membagikan foto-foto liburan mereka. Salah satu unggahan yang bikin heboh adalah foto Erina yang memamerkan dirinya sedang menaiki pesawat mewah. Tak berhenti di situ, saat berada di Los Angeles, Erina juga sempat membagikan momen mereka tengah menyantap roti yang harganya mencapai Rp400 ribu per potong. Netizen pun langsung bereaksi, mempertanyakan apakah gaya hidup mewah ini layak dipamerkan, mengingat status mereka sebagai bagian dari keluarga presiden.
Beberapa unggahan lain juga memicu kemarahan netizen. Salah satunya adalah foto Erina yang sedang berbelanja stroller bayi. Stroller yang dipamerkan tersebut diketahui merupakan produk Mima Xari yang harganya mencapai Rp21 juta. Unggahan ini pun sontak menjadi viral dan memunculkan perdebatan di media sosial mengenai etika dan sensitivitas pejabat publik terhadap kondisi masyarakat.
Di balik isu bau ketiak yang mungkin terlihat sepele, ada masalah yang lebih serius. Sebagai menantu presiden, setiap langkah dan tindakan Erina di media sosial bisa memengaruhi persepsi publik terhadap pemerintahan. Memamerkan barang-barang mewah dan gaya hidup yang glamor di tengah kondisi ekonomi yang sulit dianggap tidak sensitif dan tidak pantas.
Sosiolog UGM, Dr. Andreas Budi Widyanta, menyoroti fenomena gaya hidup yang kompetitif ini. Menurutnya, gaya hidup yang mengglorifikasi kelas elite tanpa disadari telah mengkhianati kehidupan bersama sebagai sesama warga negara.
"Gaya hidup semacam itu membawa dampak berat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Jadi tidak pernah punya kepekaan, ada begitu banyak orang yang sumber keuangan negara akan dihabiskan dengan perlombaan gaya hidup seperti itu. Apalagi itu pejabat publik, seharusnya lebih bersahaja," ujarnya dilansir dari website UGM.
Permasalahan Bangsa
Netizen menilai, tindakan Erina yang memamerkan gaya hidup mewah ini sebagai bentuk flexing yang tidak pantas, terutama di tengah berbagai masalah yang sedang dihadapi bangsa ini.
Secara hukum, memang tidak ada aturan yang melarang keluarga pejabat untuk membeli atau menggunakan barang-barang mewah. Namun, sebagai bagian dari keluarga presiden, ada ekspektasi yang lebih tinggi terkait etika dan sensitivitas terhadap isu-isu yang dihadapi rakyat. Memamerkan kemewahan di saat banyak orang sedang berjuang menghadapi kesulitan ekonomi bisa dilihat sebagai tindakan yang tidak berempati dan tidak peka.
Kasus ini bukan hanya soal gaya hidup mewah, tapi juga tentang bagaimana pejabat publik dan keluarganya harus lebih peka terhadap kondisi masyarakat. Mereka diharapkan menjadi contoh yang baik dan menjaga kepercayaan publik. Ketika keluarga presiden terlihat lebih peduli dengan gaya hidup mewah dibandingkan dengan nasib rakyat, ini bisa merusak kepercayaan dan kredibilitas pemerintah.
Dalam konteks ini, penting bagi setiap pejabat publik dan keluarganya untuk lebih berhati-hati dalam bertindak dan menunjukkan sikap yang lebih berempati terhadap kondisi masyarakat. Jangan sampai apa yang terlihat seperti kesenangan pribadi justru menjadi bumerang yang merusak citra dan kepercayaan terhadap pemerintah.