img_title
Foto : Instagram @rizkyfbian

IntipSeleb – Perjalanan cinta Rizky Febian dan Mahalini Raharja akan segera tiba pada muaranya. Pasalnya, keduanya akan mengucap janji setia di upacara pernkahan yang segera digelar.

Serangkaian upacara pernikahan itu dimulai dengan acara adat pada hari ini, Minggu, 5 Mei di Bali dan berlanjut pada acara ijab kabul di Jakarta pada 8 Mei nanti.

Berbicara soal tradisi pernikahan adat Bali, terdapat makna yang mendalam dalam setiap tahapannya. Hal itulah yang membuat prosesi pernikahan adat Bali selalu tampak unik dan sakral.

Penasaran nggak sih seperti apa prosesi pernikahan adat Bali dan apa makna yang tersimpan di dalamnya? Yuk langsung saja simak selengkapnya berikut ini!

Pernikahan Adat Bali

Instagram @rizkyfbian
Foto : Instagram @rizkyfbian

Proses pernikahan di Bali berpedoman pada aturan Kitab Weda dan hukum Hindu yang berlaku dalam masyarakat. Dengan mengikuti kedua aturan tersebut diyakini pasangan pengantin akan mendapatkan kebahagiaan di dunia (Jagaditha) serta kebahagiaan yang abadi (Moksa).

Dalam adat Bali pada umumnya pernikahan terbagi menjadi dua sistem yakni memadik atau meminang dan merangkat atau ngerorod. Sistem memadik dilakukan di rumah mempelai perempuan, sedangkan merangkat dilakukan di rumah mempelai laki-laki. Kedua sistem ini bisa dipilih sesuai kesepakan kedua keluarga.

Baik itu memadik maupun merangkat, keduanya sama-sama terdiri dari serangkaian upacara yang cukup rumit. Selain itu juga memerlukan banyak perlengkapan yang harus disiapkan. Meskipun terkesan rumit, dalam setiap prosesinya tersimpan makna dan tujuan yang sakral.

Makna Prosesi Pernikahan Adat Bali

Instagram @rizkyfbian
Foto : Instagram @rizkyfbian

Dilansir dari berbagai sumber, berikut sederet rangkaian upacara pernikahan sesuai adat Bali beserta makna dan tujuannya.

1. Mesedek

Mesedek merupakan rangkaian acara pertama pada adat pernikahan Bali. Pada acara ini kedua orang tua dari mempelai pria mendatangi rumah mempelai wanita untuk memperkenalkan diri. Mesedek juga dilakukan untuk meminang perempuan dan bersungguh-sungguh ingin menjadi pasangan hidupnya.

Mesedek juga dilakukan agar orang tua calon pengantin wanita mengetahui seberapa mantap hati mempelai pria ingin membangun rumah tangga dan bagaimana sikapnya. Acara ini dianggap sukses ketika orang tua mempelai wanita menyatakan setuju.

2. Medewasa ayu

Acara madewasa ayu dilakukan setelah orang tua dari pihak wanita menyatakan setuju anaknya dipinang dan akan dinikahinoleh pria pujaan hatinya. Dalam prosesi ini dilakukan penentuan hari dan tanggal baik (dewasa) untuk menggelar acara pernikahan.

Pemilihan waktu yang baik diyakini sebagai cara untuk mendapatkan pernikahan yang berkah, lancar, dan tanpa kesialan. Tanggal baik biasanya ditentukan oleh mempelai pria berdasarkan nasihat dari seorang Sulinggih atau orang yang sudah dianggap mengerti tentang nikabang padewasaan (tanggal pernikahan yang baik).

3. Ngekeb

Upacara adat Bali ngekeb dilakukan dengan memandikan dan mencuci rambut mempelai wanita dengan luluran khusus. Luluran khusus ini terbuat dari campuran daun merak, bunga kenanga, kunyit, dan beras yang telah dihaluskan. Luluran ini juga dibalurkan ke sekujur tubuh mempelai wanita pada sore hari.

Setelah itu, mempelai wanita akan masuk ke dalam kamar pengantin yang sudah disediakan sesajen dan tidak diperbolehkan keluar sampai mempelai pria menjemputnya.

Saat mempelai pria sudah sampai di kamar pengantin, sang wanita wajib ditutupi dengan selembar kain tipis berwarna kuning dari ujung kepala hingga ujung kaki. Upacara ngekeb ini bermakna sang wanita telah mengubur masa lalunya dalam-dalam dan siap menjalani lembaran kehidupan baru bersama calon suami.

4. Ngungkab lawang

Ngungkab lawang artinya membuka pintu. Upacara ini dilakukan dengan penjemputan wanita oleh pria dan dipertemukan untuk menjalani sembilan rangkaian acara meliputi Pejati dan suci alit, Peras pengambean, Caru ayam brumbun asoroh, Bayekawonan, Prayascita, Pangulapan, Segehan panca warna, Segehan seliwang atanding, dan Segehan agung.

Sebelum melakukan kesembilan rangkaian itu, pengantin pria mengucapkan syair weda dan dibalas dengan syair weda dari pengantin wanita lalu melemparkan daun betel/ daun sirih. Pelemparan ini dilakukan dengan tujuan untuk menolak kekuatan jahat yang mungkin akan datang selama prosesi berlangsung.

Ngungkab lawang dalam adat pernikahan Bali sebagai bentuk penghormatan kepada keluarga mempelai wanita dan bentuk harapan akan menjadi pasangan suami istri yang harmonis.

5. Medagang-dagangan

Upacara pernikahan adat Bali selanjutnya adalah medagang-dagangan yang dalam bahasa daerah Bali berarti berdagang. Dalam proses ini mempelai wanita dan pria diminta untuk melakukan tawar-menawar tentang barang dagangan hingga mencapai tahap pembayaran.

Mempelai wanita duduk di aras serabut kelapa dan menawarkan barang dagangannya kepada mempelai pria. Ketika transaksi sudah selesai, maka mempelai pria merobek tikeh dadakan yang dipegang oleh mempelai wanita dengan keris. Setelah itu, keduanya mengambil tiga sarana kesuburan berupa keladi, andong, dan kunyit untuk ditanam di belakang sanggah kemulan.

Kedua mempelai lalu memutuskan benang yang diikatkan pada dua cabang pohon dapdap dan kemudian mandi untuk membersihkan diri. Pelaksanaan upacara ini adalah simbol permohonan kepada Sang Hyang Widi agar anaknya ketika dia dewasa diberi kawigunan atau profesi sesuai dengan garis tangan yang dimilikinya.

6. Upacara makala-kala

Upacara makala-kala atau yang dapat juga disebut dengan upacara bhuta saksi/pertiwi saksi ini dilakukan kedua pengantin dengan cara membakar tetimpug di atas tungku bata dan dalam posisi duduk.

Tetimpug merupakan tiga potong bambu yang mempunyai tiga atau lima ruas yang diikat menjadi satu. Upacara ini bertujuan untuk membangun benteng perlindungan agar terhindar dari bahaya bhutakala yang dapat mengganggung dan menghilangkan kesucian kehidupan perkawinan kedua mempelai.

7. Metegen-tegenan dan suun-suunan

Upacara selanjutnya adalah metegen-tegenan dan suun-suunan. Metegen-tegenan dipikul mempelai pria, sedangkan suun-suunan dijunjung mempelai wanita. Keduanya berjalan mengelilingi api suci yang disebut dengan sanggah surya searah jarum jam sebanyak tujuh kali.

Mempelai pria dan wanita diikat dengan sabuk, dengan posisi pria di depan dan wanita mengikutinya di belakang. Keduanya menjalani tujuh langkah saptapadi yang setiap langkahnya mengandung sumpah perkawinan yang berbeda dengan yang lainnya sambil melantunkan doa.

Doa ini lantas dilantunkan dalam bahasa sanskerta oleh mempelai pria kemudian diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh mempelai wanita. Upacara ini merupakan simbol awal perjalanan dari kedua pengantin untuk mengarungi bahtera kehidupan bersama.

8. Majauman

Majauman merupakan kunjungan resmi ke rumah mempelai wanita setelah semua rangkaian upacara selesai. Berdasarkan namanya, kata “jaum” berarti jarum yang menyiratkan sebuah fungsi jarum untuk merajut dan menyatukan kembali kedua keluarga setelah adanya ketegangan yang terjadi.

Upacara ini dilakukan pada sistem perkawinan ngarorod yang biasanya terjadi karena adanya ketidaksetujuan dari pihak keluarga wanita karena perbedaan kasta. Oleh sebab itu, mempelai wanita “dilarikan” ke rumah pria dan dinikahi.

Majauman juga bertujuan untuk memberitahukan kepada Hyang Guru dan leluhur tentang perkawinan mereka serta memohon perlindungan agar terhindar dari marabahaya.

9. Natab Pawetonan

Natab pawetonan merupakan sebuah ritual yang dilakukan pada sistem perkawinan mepadik. Ritual ini dilakukan di atas tempat tidur dengan cara menyerahkan seserahan berupa barang berharga seperti perhiasan dan pakaian oleh mempelai pria kepada ibu dari mempelai wanita.

Barang berharga ini merupakan simbol “pengganti air susu ibu”. Hal ini melambangkan harapan tugas sang ibu dalam mendidik, membesarkan, dan melindungi anaknya telah selesai dan berpindah kepada calon suami.

10. Bekal (Tadtadan)

Bekal (Tadtadan) dilakukan dengan cara memberikan seperangkat perhiasan atau pakaian ibadah dari ibu kepada anak wanitanya.

Upacara adat Bali ini melambangkan sebuah harapan sang anak akan selalu mengingat jasa-jasa ibunya yang telah berjuang susah payah dalam melahirkannya. Sementara, pakaian ibadah merupakan simbol sang anak diharapkan akan terus beribadah kepada Tuhan yang Maha Esa.

11. Mejaya-jaya

Upacara mejaya-jaya merupakan prosesi pernikahan adat Bali terakhir. Upacara ini dilaksanakan setelah pasangan pengantin telah sah menjadi suami istri. Upacara ini melambangkan harapan agar selalu diberi kemudahan dan bimbingan dari para Sanghyang Pramesti Guru.

Setelah upacara mejaya-jaya, kedua pengantin tidak diperbolehkan untuk keluar/ bepergian selama tiga hari berturut-turut dan wajib tinggal di rumah untuk melakukan kewajibannya sebagai suami istri.

Aturan ini dianggap dapat meningkatkan keintiman hubungan kedua mempelai dan agar sang pria bisa banyak memberikan nasihat kepada istrinya. Hal ini juga sebagai bentuk penghormatan kepada keluarga dari pihak wanita dengan harapan tali kekeluargaan akan terus terjalin erat.

Serangkaian prosesi pernikahan adat Bali ini memiliki makna yang dalam. Dengan melakukan setiap prosesi itu, diharapkan kehidupan rumah tangga mempelai akan langgeng dan penuh dengan kebahagiaan.

Topik Terkait