IntipSeleb – Kata 'takjil' akan ramai digunakan saat Ramadan, sebagai kata ganti kudapan yang dimakan sesaat setelah berbuka puasa, biasanya berupa makanan manis seperti kolak pisang, sop buah, es campur, dan lain sebagainya.
Nyatanya, kata 'takjil' yang sudah diyakini sebagaia kata ganti makanan saat berbuka puasa Ramadan, malah tidak memiliki arti makanan sama sekali.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata takjil memiliki arti mempercepat dalam berbuka puasa.
Kata ini berakar dari kata 'Ajila dalam bahasa Arab, yang memiliki arti menyegerakan. Sehingga takjil bermakna perintah untuk menyegerakan untuk berbuka puasa.
Namun, seiring berjalannya waktu, kata yang digunakan untuk menyuruh orang segera berbuka puasa justru dimaknai sebagai makanan pembuka saat waktu Maghrib tiba.
Anjuran segera berbuka Menyegerakan untuk berbuka puasa sangat dianjurkan dalam Islam, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
Ketika berbuka, Nabi Muhammad SAW biasanya memakan kurma. Hal tersebut tertulis dalam hadits yang berbunyi: "Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berbuka puasa dengan ruthab (kurma muda) sebelum shalat (Maghrib). Jika tidak ada ruthab maka dengan tamr (kurma matang), jika tidak ada tamr maka beliau meneguk beberapa teguk air." (HR. Abu Daud).
Setiap tahun, umat Muslim di seluruh dunia mempercepat rasa syukur dan introspeksi spiritual mereka selama bulan Ramadan.
Salah satu momen yang paling dinanti adalah waktu berbuka puasa, di mana mereka menyantap makanan yang disebut 'takjil' tadi untuk memecah puasa.
Saat ini, Takjil diartikan sebagai makanan ringan atau minuman yang dikonsumsi saat berbuka, dan keberadaannya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi Ramadan.
Namun, tahukah Anda asal usul dari takjil dan bagaimana makanan ini menjadi populer di kalangan umat Muslim?
Jejak Sejarah Takjil
Asal Usulnya:
Asal usul takjil dapat ditelusuri kembali ke zaman Rasulullah Muhammad SAW di Arab Saudi. Ketika beliau menyatakan waktu berbuka puasa, para sahabat akan menyantap beberapa kurma bersama segelas air sebagai takjil.
Kurma, sebagai buah yang tersedia secara melimpah di wilayah tersebut, menjadi pilihan yang ideal karena memberikan energi yang cepat dan gizi yang diperlukan setelah seharian berpuasa.
Evolusi Takjil
Seiring berjalannya waktu dan penyebaran Islam ke berbagai wilayah di dunia, takjil mengalami evolusi sesuai dengan budaya dan ketersediaan bahan makanan lokal.
Di berbagai negara, Anda akan menemukan takjil berupa hidangan manis seperti kolak, es buah, agar-agar, kue-kue tradisional, serta minuman segar seperti jus buah dan es campur.
Sementara di tempat-tempat lain, takjil dapat berupa makanan gurih seperti falafel, samosa, atau hidangan kecil yang mengenyangkan seperti bubur dan sup.
Kapan Takjil Mulai Populer?
Takjil bukanlah konsep yang baru. Sejak zaman Rasulullah, praktik berbuka dengan kurma dan air telah menjadi tradisi yang berlanjut dari generasi ke generasi.
Namun, popularitasnya sebagai bagian integral dari budaya Ramadan mungkin telah mencapai puncaknya selama beberapa abad terakhir.
Di banyak negara dengan mayoritas penduduk Muslim, seperti Indonesia, Mesir, Turki, dan Maroko, tradisi takjil telah menjadi bagian tak terpisahkan dari bulan Ramadan.
Warung-warung penjual takjil akan mulai ramai sejak sore hari, menawarkan berbagai pilihan makanan dan minuman untuk dinikmati saat berbuka puasa.
Di sini, takjil bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga simbol kebersamaan dan kedermawanan, di mana orang-orang berbagi dengan sesama yang kurang beruntung.
Peran Takjil dalam Tradisi Ramadan
1. Simbol Kekuatan dan Kepatuhan:
Takjil menggambarkan kekuatan dan keteguhan umat Muslim dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan.
Konsumsi takjil sebagai pemberi energi setelah seharian menahan lapar dan haus menjadi simbol kepatuhan dan ketabahan umat Muslim dalam menjalankan perintah agama.
2. Keberagaman Budaya:
Takjil mencerminkan keberagaman budaya umat Muslim di berbagai belahan dunia. Setiap negara atau wilayah memiliki takjil khas mereka sendiri, yang mencerminkan bahan makanan lokal dan tradisi kuliner yang unik.
3. Kedermawanan dan Kebajikan:
Berbagi takjil dengan sesama, terutama kepada yang membutuhkan, adalah bagian penting dari tradisi Ramadan.
Tindakan ini mencerminkan nilai-nilai kedermawanan, kebaikan, dan empati yang diajarkan dalam agama Islam.
4. Keterhubungan Sosial:
Saat umat Muslim berkumpul untuk berbuka puasa bersama, takjil menciptakan ikatan sosial yang kuat di antara mereka.
Momen ini menjadi kesempatan untuk saling berbagi cerita, kebahagiaan, serta mempererat hubungan antarindividu dan komunitas.
Dalam kesimpulan, takjil bukan hanya sekadar makanan atau minuman yang disantap saat berbuka puasa, tetapi juga simbol kekuatan spiritual, keberagaman budaya, kedermawanan, dan keterhubungan sosial dalam tradisi Ramadan umat Muslim di seluruh dunia.
Dengan berbagai variasi rasa, aroma, dan warna, takjil terus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pengalaman berpuasa yang berharga setiap tahunnya.
Bahkan saking unik dan menariknya, bukan hanya umat islam yang berburu takjil. Bahkan non muslim jauh lebih militan untuk berburu takjil karena kelangkaan makanan tersebut di hari-hari biasa selain Ramadan.