IntipSeleb – Beberapa waktu ke belakang, kata skena seringkali muncul sebagai salah satu bahasa gaul dalam kamus bahasa anak muda. Istilah tersebut kerap muncul, seperti di X atau Twitter, TikTok hingga Instagram.
Kata skena itu sendiri lantas berkembang dan memunculkan istilah-istilah baru yang berkenaan, mulai dari polisi skena, abang-abangan skena, hingga teteh-teteh skena.
Meski seringkali digunakan dalam kosakata sehari-hari, masih ada yang belum mengetahui apa arti skena dan teteh-teteh skena yang sebenarnya dan seperti apa konteksnya.
Agar lebih memahaminya, yuk simak penjelasan arti skena dalam kamus bahasa gaul dan ciri-ciri cewek skena yang diidentikkan dengan style dan selera tertentu lewat artikel berikut ini!
Arti Kata Skena dan Pergeseran Maknanya
Secara umum, kata skena diartikan sebagai sebuah perkumpulan orang yang memiliki minat terhadap sesuatu hal yang sama. Kesamaan minat yang dimaksud biasanya mengacu pada dunia musik, fashion, dan lainnya.
Mengutip dari Urban Dictionary, skena didefinisikan sebagai subkultur yang menyebar dengan cukup cepat. Dalam konteks fashion, skena merujuk pada style dengan pakaian-pakaian berwarna cerah, kaos bergambar, dan skinny jeans lengkap dengan tampilan rambut yang dicat berwarna.
Sementara itu, musik yang didengarkan oleh orang-orang yang dilabeli skena biasanya beraliran rock atau techno. Mereka juga biasa dikenali dengan rasa kepercayaan diri yang tinggi dan sifatnya yang menolak direndahkan.
Sedangkan dalam konteks musik, skena merupakan komunitas atau tongkrongan dalam sebuah genre musik tertentu. Istilah ini biasanya digunakan untuk membedakan perubahan dan perkembangan antar genre musik.
Di sisi lain, skena juga diartikan sebagai singkatan dari sua, cengkerama dan kelana, yang artinya perkumpulan orang yang bercengkerama sampai berkelana bersama saat berkumpul.
Meski sudah kerap digunakan sebagai bahasa sehari-hari, baik di kehidupan nyata maupun di media sosial, kata skena belum tersedia di Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Belakangan, istilah skena seolah dikerucutkan dengan style berpakaian tertentu dan selera musik tertentu. Tak heran, muncullah beberapa istilah baru yang berkenaan dengan skena, salah satunya adalah teteh-teteh skena.
Ciri-ciri Cewek Skena
Menurut pengamatan di media sosial TikTok sejauh ini, istilah teteh skena atau cewek skena kerap dilekatkan pada perempuan asal Jawa Barat, khususnya Bandung, yang memiliki style edgy, berambut pendek dengan poni rata.
Selain itu ciri lainnya adalah menggunakan percing, memiliki tato kecil nan estetik, menggunakan kacamata dengan frame tebal, menggunakan sepatu boots atau sneakers, kerap mengenakan kaos band dan celana gombrong.
Orang yang dijuluki anak skena juga kerap diidentikkan dengan selera musiknya. Biasanya, abang-abangan skena dan teteh-teteh skena mendengarkan musik yang tidak terlalu dikenal banyak orang, sehingga menimbulkan kesan memiliki selera anti mainstream.
Ada pula beberapa kegiatan yang sering dilekatkan pada orang-orang yang dijuluki anak skena, seperti thrifting barang-barang antik, nongkrong di coffee shop, datang ke konser band-band anti mainstream serta gaya duduk menyilangkan kaki atau yang kini dikenal dengan duduk vincent.
Beberapa musik yang dinilai masuk dalam kategori favorit teteh-teteh skena antara lain adalah lagu-lagu Danilla, Fourtwnty, Float, Coldiac, Mocca, Biru Baru dan musisi lainnya yang kerap dilabeli indie.
Jadi, secara umum, ciri-ciri teteh skena terbagi dalam tiga kategori, yaitu outfit yang digunakan, selera musiknya, serta kebiasaan-kebiasaannya.
Istilah teteh-teteh skena biasanya merupakan label yang diberikan oleh orang lain pada seseorang yang memiliki ciri-ciri di atas, bukan berasal dari keinginan pribadi seseorang.
Nah, orang yang seringkali melabeli orang lain dan menghakimi selera seseorang biasanya dijuluki sebagai polisi skena. Sebab, mereka bersikap seolah-olah menjadi orang yang paling tahu dan berhak mengatur selera orang lain.
Julukan tersebut muncul lantaran mereka kerap mengawasi pembicaraan terkait musik di media sosial dan memberikan teguran ketika musik yang tengah dibicarakan tidak sesuai dengan definisi ‘musik bagus’ menurut mereka.
Hal tersebut berangkat dari pemikiran bahwa musik indie lebih baik dari musik populer hanya karena pendengar musik populer lebih banyak dan terlalu mainstream. Fenomena ini tentu menimbulkan persoalan baru di kalangan anak muda.
Ketika sebuah golongan merasa lebih baik daripada orang lain hanya karena selera berpakaian dan selera musik yang berbeda dari kebanyakan orang pada umumnya, efek yang ditimbulkan hanyalah penghakiman dan pengkotak-kotakan yang seolah diwajarkan. Padahal, selera bukanlah sesuatu yang patut diperdebatkan. (bbi)