img_title
Foto : Kebudayaan.kemdikbud.go.id

Jawa TengahCandi Cetho, sebagai peninggalan bersejarah dari masa lalu, kini telah menjadi tujuan wisata yang terkenal di Karanganyar. Nama Candi Cetho telah mencapai pengakuan yang luas di berbagai wilayah. Kawasan Candi Cetho merupakan suatu pelataran di mana para pengunjung dapat menikmati pemandangan yang luar biasa indah.

Candi Cetho ini mengusung kepercayaan agama Hindu dan diperkirakan dibangun pada zaman kejayaan Kerajaan Majapahit. Berlokasi di ketinggian 1496 meter di atas permukaan laut, menjadikannya salah satu candi tertinggi di Indonesia bersama dengan Candi Arjuna, Candi Gedong Songo, dan Candi Ijo. Intip selengkapnya di bawah ini.

Riwayat Candi Cetho

kebudayaan.kemdikbud.go.id
Foto : kebudayaan.kemdikbud.go.id

Berdasarkan informasi dari situs Cagar Budaya, Candi Cetho didirikan sekitar tahun 1451-1470, pada masa pemerintahan Kerajaan Majapahit ketika pengaruh Hindu di Jawa mulai meredup dan unsur asli Indonesia dari tradisi prasejarah kembali hidup. Seni arca pada periode tersebut cenderung berukuran besar namun dengan pemahatan yang lebih sederhana. Dari segi arsitektur, gaya bangunan pada masa itu menyerupai punden berundak yang umumnya ditemukan di Gunung Penanggungan dan Gunung Arjuna, Jawa Timur.

Cetho, yang berarti 'jelas' dalam bahasa Jawa, dipilih sebagai nama dusun tempat Candi ini berdiri karena dari Dusun Cetho, seseorang dapat dengan jelas melihat ke berbagai arah. Pemandangan ke utara meliputi Karanganyar dan Kota Solo dengan latar belakang Gunung Merbabu, Merapi, dan Gunung Sumbing. Ke barat dan timur, terlihat bukit-bukit hijau yang meluas, sedangkan ke selatan, terlihat punggung dan anak-anak Gunung Lawu.

Pada masa itu, Kerajaan Majapahit sedang mengalami keruntuhan dengan gejala kekacauan sosial, politik, budaya, dan keagamaan sebelum akhirnya mengalami kejatuhan total pada tahun 1519 M. Situs Candi Cetho memiliki keterkaitan erat dengan Situs Candi Sukuh yang terletak di dataran lebih rendah dan relatif dekat.

Sama seperti Situs Candi Sukuh yang dibangun pada tahun 1439 Masehi dan terhubung dengan upacara ritual ruwatan, Bernet Kempers (1959:101) dalam Ancient Indonesian Art menyatakan bahwa Situs Candi Cetho sejak awal didirikan sebagai tempat suci yang terkait dengan penghormatan terhadap arwah leluhur. Pada paruh pertama abad XV, situs ini diubah menjadi monumen yang menggabungkan unsur-unsur budaya Hindu-Jawa dengan karakter lokal, sebagai sarana untuk membebaskan arwah leluhur dari ikatan duniawi.

Situs Candi Cetho pertama kali dilaporkan oleh Van De Vlis pada tahun 1451-1470. Penemuan ini menarik perhatian sejumlah ahli purbakala seperti W.F. Sutterheim, K.C. Crucq, N.J. Krom, A.J. Bernet Kempers, dan Riboet Dharmosoetopo. Pada tahun 1928, Dinas Purbakala melakukan penelitian untuk pemugaran, tetapi tidak didapatkan cukup bukti untuk merekonstruksi bangunan batu di puncak bukit. Pada tahun 1975-1976, Inspektur Jenderal Pembangunan, Sudjono Hoemardhani, melakukan pemugaran situs hingga menjadi seperti yang kita lihat saat ini.

Namun sayangnya, pemugaran atau rekonstruksi tersebut tidak memperhatikan aspek arkeologis sehingga keaslian bentuknya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penambahan baru termasuk sejumlah pondasi dengan bangunan kayu, menyerupai bangunan pura di Bali. Bentuk bangunan ini didasarkan pada Situs Candi Sukuh dan merupakan hasil pemugaran pada akhir tahun 1970-an bersama dengan bangunan pendopo dari kayu.

Terdiri dari 14 teras

Wikipedia
Foto : Wikipedia

Berdasarkan penelitian Van De Vlis dan A.J. Bernet Kempres, Situs Candi Cetho terdiri dari 14 teras. Namun, pada kenyataannya, hanya tiga belas teras yang dapat kita lihat sekarang. Teras ini tersusun dari barat ke timur dengan pola ketinggian yang makin meningkat, dianggap sebagai yang paling suci. Setiap halaman teras dihubungkan oleh pintu dan jalan setapak, membagi halaman teras menjadi dua bagian. Pada teras terakhir terdapat candi induk. Di sisi timur teras terbawah, terdapat gapura yang menjadi pintu gerbang Situs Candi Cetho. Di depan gapura, terdapat arca batu yang oleh penduduk sekitar disebut Arca Nyai Gemang Arum.

Berkaitan dengan Karanganyar, ANTV bakal menyapara para ANTV Lovers melalui program Festival ANTV Rame. Setelah sukses diselenggarakan di Kulon Progo, Yogyakarta, kini Festival ANTV Rame bakal kembali diselenggarakan di Karanganyar, Jawa Tengah pada 25 November 2023 mendatang. (by)

Topik Terkait