Keindahan alam dan nuansa mistis yang mengelilingi Desa Wae Rebo menjadikannya tempat yang ideal untuk pelancong yang mencari kedamaian dan kesederhanaan. Tidak ada listrik di desa ini, dan komunikasi luar sangat terbatas. Namun, hal ini justru memperkuat pengalaman budaya dan keselarasan manusia dengan alam.
Sejarah dan Budaya Desa Wae Rebo
Sejarah Desa Wae Rebo berakar dari legenda nenek moyang Suku Manggarai. Menurut cerita turun-temurun, pada abad ke-17, terjadi bencana alam yang mengerikan di daerah tersebut, termasuk tanah longsor, gempa bumi, dan erupsi gunung berapi. Akibatnya, banyak warga Suku Manggarai yang meninggal dunia, dan desa-desa mereka hancur.
Sebagai upaya bertahan hidup, para sesepuh suku melakukan meditasi dan meditasi untuk mencari petunjuk dari leluhur mereka. Mereka akhirnya menerima wahyu dari leluhur bahwa mereka harus mendirikan desa di tempat baru yang dijuluki "Wae Rebo," yang dalam bahasa setempat berarti "air yang bergelombang."
Desa Wae Rebo didirikan pada tahun 1929 dan menjadi tempat perlindungan bagi masyarakat Suku Manggarai dari ancaman perang dan penyakit yang melanda wilayah tersebut. Pemilihan lokasi di tengah hutan yang terpencil memberikan perlindungan alami terhadap serangan musuh dan mempertahankan keberlanjutan tradisi dan kehidupan suku.
Hingga saat ini, desa ini tetap menjadi tempat tinggal bagi Suku Manggarai yang mengikuti tradisi lama dan mempertahankan kearifan lokal mereka. Mereka hidup dari bertani, berkebun, dan memelihara ternak. Keberlanjutan budaya ini menjadi sebuah keajaiban yang menarik banyak wisatawan dari berbagai penjuru dunia.