IntipSeleb Gaya Hidup – Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Indonesia semakin santer terdengar. Sayup-sayup dilakukan oleh para artis papan atas dan korbannya adalah pasangan sendiri.
Lantas bagaimana kita bisa terhindar dari pasangan berpotensi KDRT saat menikah? Simak 5 ciri pasangan berpotensi KDRT saat menikah di bawah ini.
1. Posesif
Pasangan yang punya sikap posesif wajib banget dihindari. Sikap posesif, mengekang dan cenderung mengatur secara berlebihan cukup berbahaya jika dilanjutkan ke jenjang pernikahan.
Misalnya pasangan suka menelepon setiap menit, dan marah-marah jika tidak dibalas dengan cepat. Pasangan macam ini biasanya punya potensi untuk melakukan KDRT jika kemauannya tidak dipenuhi.
2. Cemburu
Pasangan cemburu atau iri berlebihan juga menjadi kriteria yang wajib banget dihindari. Apalagi sampai membatasi hubungan kita dengan orang-orang di sekitar kita, entah lawan jenis, teman sesama jenis, bahkan keluarga
Biasanya pasangan macam ini akan membatasi segala hal yang kita lakukan, mulai dari hal kecil hingga besar. Semua harus dengan seizin dan sesuai dengan kemauan pasangan. Jika tidak, maka ujung-ujungnya ia akan kembali marah-marah.
3. Hipersensitif
Pasangan ke tiga yang perlu kamu hindari adalah hipersensitif. Hipersensitif dan marah-marah saat ia dihina atau diperlakukan buruk menjadi pasangan yang wajib dihindari walau terlihat melindungi diri, namun tidak jarang justru berbuat kekerasan dengan tidak sengaja.
4. Berkata Kasar
Perkataan kasar atau tajam merupakan kekerasan secara verbal yang menyebabkan tekanan mental atau psikis kepada seseorang. Nah pasangan model ini juga lah yang perlu dihindari.
Saat pacaran mungkin hanya beberapa kali saja ia melakukannya, karena jarang untuk saling bertemu. Namun saat hidup berumah tangga, pasangan hidup bersama setiap hari yang artinya kemungkinan ia melakukan kekerasan ini pun semakin bertambah.
5. Marah-marah
Ini adalah hal yang kasat mata yang perlu Anda hindari, jika menemukan pasangan mudah marah. Baiknya tidak perlu diteruskan.
Pasangan macam ini biasanya, segala hal yang tidak disukainya selalu berujung marah-marah. Yang perlu diperhatikan lagi, apabila ia sering mengancam akan melakukan tindak kekerasan saat marah.
Misalnya, “lihat saja, aku akan mematahkan lehermu!”. Mungkin pada akhirnya ia akan meralat perkataannya dengan berkata bahwa ia bercanda. Namun tingkat emosi yang ditunjukkan itu sudah mencerminkan bahwa ia berpotensi untuk melakukan kekerasan.
Awalnya memang hanya marah dan mengancam, lalu minta maaf. Namun ingat, sesuatu yang dilakukan secara terus menerus akan menjadi hal yang dianggap biasa, lalu level keparahannya perlahan akan selalu meningkat. Tidak heran jika esok ia dapat benar-benar mematahkan leher kita. (bbi)