IntipSeleb Gaya Hidup – Hukum jual beli kucing kadang suka sekali menjadi pertanyaan yang penting. Hewan yang bernama kucing adalah salah satu peliharaan yang hampir setiap rumah memilikinya.
Bahkan selain di rumah, di jalanan pun kerap kali kita temukan hewan kucing berkeliaran. Namun, untuk sebagaimana jenis kucing yang indah dan unik spesiesnya kadang kala diperjualbelikan untuk dipelihara dan bahkan diperternakan.
Banyak masyarakat memilih untuk merawat kucing, karena selain menggemaskan hewan ini juga disinyalir mampu meringankan stres. Namun, kadang banyak hewan kucing ini diperjualbelikan belikan sehingga membuat masyarakat khususnya masyarakat yang beragama Islam mempertanyakan hukumnya.
Sebelumnya, ternyata praktik jual beli kucing sudah ada sejak dahulu dan menjadi perbincangan sahabat rasul. Lantas apakah hukum memperjualbelikan kucing? Benarkah tidak diperbolehkan? Yuk, simak artikel selengkapnya di bawah ini
Hukum Jual beli Kucing
Jual beli kucing ternyata memiliki hukumnya dalam Islam. Dalam hukum Islam, sejatinya kucing merupakan makhluk yang suci untuk dipelihara di rumah.
Sebab kucing termasuk makhluk yang akrab dan berinteraksi dengan manusia juga tidak termasuk hewan yang najis.
Hukum jual beli kucing juga dibahas oleh Ulama Buya Yahya, bahwa jika jual beli kucing untuk hal kesenangan maka ada hal yang perlu diperhatikan.
Sebab kamu perlu untuk membedakan antara kucing ahliyah yaitu kucing jinak dan kucing jinak. Diketahui dalam jumhur ulama dari Imam An Nawawi bahwa jual beli kucing adalah jaizun fii khilafiin yang artinya boleh tanpa ada khilaf.
Namun, hal itu hanya berlaku untuk kucing jinak dan tidak membahayakan diri. Sehingga menurut Imam An-Nawawi dan jumhur ulama’ hukum dari jual beli kucing dalam Islam adalah hal yang diperkenankan.
Akan tetapi menurut Imam Dhahiri dan lainnya mengatakan bahwa hukum jual beli kucing dalam Islam adalah tidak diperbolehkan dengan berlandaskan hadits larangan hasil dari jual beli kucing maupun anjing.
Untuk hal jelasnya, bahwa hukum jual beli kucing ini dibagi oleh dua yaitu hukum diperbolehkan dan juga tidak diperbolehkan. Yuk, simak selengkapnya di bawah ini!
1. Hukum Diperbolehkan Jual Beli Kucing
Hukum dalam menjual atau membeli hewan sebetulnya sebagian sahabat rasul melarang praktik tersebut. Hal ini dikarenakan tidak memenuhi syarat sebagai produk terutama dalam aspek manfaat.
Namun, untuk secara merinci hukumnya dilihat dari jenis kucing apakah jinak atau liar. Mayoritas ulama memperbolehkan transaksi jual beli kucing.
Alasannya karena kucing termasuk zat suci dan mengandung manfaat. Karena melihat banyak ulama yang memperboleh alam hukum jual beli kucing namun harus melihat maksud dan juan yang baik.
2. Jual Beli Kucing menurut Ulama
Hukum dalam memperjualbelikan hewan dalam Islam ternyata dibahas dalam Al-Mausuatul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah. Berikut pernyataan ataupun fatwadari para ulama.
"Mayoritas ulama fiqih bermadzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berpendapat bahwa praktik jual kucing itu boleh karena kucing itu suci dan dapat diambil manfaatnya. Padanya juga terdapat semua syarat transaksi penjualan sehingga boleh menjualnya," (Al-Mausuatul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah).
Menurut Imam An-Nawawi dalam kumpulan fatwanya diketahui bahwa jual kucing dan kera seperti praktik yang terjadi di masyarakat. Hal itu, menurutnya bahwa kedua hewan tersebut memenuhi kriteria produk yang ditentukan dalam norma jual dan beli dalam fiqih.
"Praktik jual beli kucing dan kera tetap sah karena keduanya suci dan termasuk barang bermanfaat serta memenuhi syarat produk," (Imam An-Nawawi, Fatawal Imam An-Nawawi, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2018 M/1439 H], halaman 76).
Maka dari sini dapat menarik kesimpulan bahwa praktik jual beli kucing peliharaan diperbolehkan sesuai dengan ketentuan muamalah. Akan tetapi yang perlu diperhatikan dalam praktik jual beli kucing dan hewan-hewan peliharaan lainnya bahwa ada hukum positif agar tidak melanggar peraturan terkait satwa-satwa yang dilindungi.
"Praktik jual beli kucing dan kera tetap sah karena keduanya suci dan termasuk barang bermanfaat serta memenuhi syarat produk," (Imam An-Nawawi, Fatawal Imam An-Nawawi, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2018 M/1439 H], halaman 76).
Jadi perlu ditekankan hal itu diperbolehkan jika kucing itu bermanfaat. Sehingga tidak menjadi masalah untuk diperjualbelikan.
Maksud kata manfaat disini tentu saja bukan hanya sebagai hewan hiasan semata. Tapi juga perlu diperhatikan bahwa benar-benar manfaat bagi pemiliknya.
Selanjutnya, Imam Nawawi rahimahullah pun berkata bahwa, “Adapun larangan jual beli kucing dimaknakan untuk kucing yang tidak ada manfaat, atau dimaknakan pula larangannya adalah larangan tanzih (dihukumi makruh). Karena kucing sudah biasa diberi sebagai hadiah, dipinjamkan atau dalam rangka menolong orang lain diberi secara cuma-cuma. Inilah umumnya. Namun jika kucing tersebut bermanfaat, jual belinya jadi sah dan hasil jual belinya pun halal.”
Maka dapat diberi kesimpulan bahwa praktik jual beli kucing peliharaan diperbolehkan menurut ketentuan muamalah. Selain itu juga perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan hewan satwa yang dilindungi dan kebermanfaatan untuk membelinya.
3. Hukum yang Melarang Jual Beli Kucing
Sebagian ulama menyebutkan bahwa hukum memperjualbelikan hewan diperbolehkan, namun untuk sebagian ulama lainnya hukum jual beli kucing dilarang bahkan diharamkan.
Hal ini pun merujuk pada pendapat yang berasal dari Zahiriya dan salah satu riwayat Imam Ahmad. Dilansir dari salah satu konsultasi Syariah, Ibnul Mundzir yang menyebutkan bahwa pendapat ini diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.
Untuk hadis yang mendukung pendapat tersebut adalah dari hadis Abu Az-Zubair yang mana beliau pernah bertanya kepada Jabir tentang hukum uang hasil penjualan anjing dan Sinnur.
Kemudian sahabat Jabir Radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras hal itu." (HR. Muslim 1569).
Selain itu, dalam riwayat lain dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhuma, dikatakan bahwa, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang makan uang hasil penjualan anjing dan sinnur." (HR. Abu Daud 3479, Turmudzi 1279, dan dishahihkan al-Albani).
Dalam hadis di atas dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan sinnur adalah kucing. Sehingga mengenai hukum jual beli itu dikatakan bahwa menjadi larangan atau haram untuk memakan hasil perbualan hewan.
Sementara itu, As-Syaukani mengatakan bahwa hadits ini terdapat dalil haramnya menjual kucing yaitu pendapat dari Abu Hurairah, Mujahid, Jabir, dan Ibnu Zaid. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Mundzir yangi juga pendapat Thawus.
Sementara itu, mayoritas ulama berpendapat, boleh melakukan jual beli kucing. Meski demikian, sebagian ulama lain mengatakan bahwa yang tidak boleh diperjualbelikan dalam hukum jual beli kucing adalah jenis kucing yang liar.
“Sebagian ulama memahami bahwa larangan ini berlaku untuk kucing liar yang tidak bisa ditangkap. Ada juga yang mengatakan bahwa larangan ini berlaku di awal islam ketika kucing dinilai sebagai hewan najis. Kemudian setelah liur kucing dihukumi suci, boleh diperjual belikan. Namun kedua pendapat ini sama sekali tidak memiliki dalil pendukung." (Sunan al-Kubro, al-Baihaqi, 6/11).
Sementara hukum lainnya seperti dikatakan Ibnul Qoyim juga yang menegaskan bahwa jual beli kucing hukumnya haram.
"Demikian pula yang difatwakan Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dan ini pendapat Thawus, Mujahid, Jabir bin Zaid, dan semua ulama Zahiriyah, serta salah satu riwayat dari Imam Ahmad, bahwa jual beli kucing hukumnya terlarang. Inilah yang benar karena hadisnya shahih, dan tidak ada dalil lain yang bertentangan dengannnya. Sehingga kita wajib mengikuti hadits ini." (Zadul Ma’ad, 5/685). (hij)