IntipSeleb – Perdebatan terkait interaksi orang tua dan anak yang beda jenis kelamin kembali menjadi perbincangan. Bukan hanya ketika statusnya orang tua dan anak angkat, tapi juga pada orang tua dan anak kandung yang berbeda jenis kelamin.
Yang terbaru misalnya Sarwendah dan Betrand Peto yang menurut warganet terlalu dekat, mengingat hubungan mereka adalah orang tua angkat dan anak angkat beda jenis kelamin.
Terkait hal tersebut, banyak pertanyaan terkait bagaimana kita bisa menemukan titik tengah antara interaksi orang tua dan anak yang beda jenis kelamin, seperti ayah dan anak perempuan serta ibu dan anak laki-laki.
Berikut sederet saran dan larangan yang bisa dijadikan panduan para orang tua yang menghadapi kondisi serupa. Penasaran? Yuk langsung saja simak aturan interaksi orang tua dan anak yang beda jenis kelamin!
Aturan Interaksi Orang Tua dan Anak yang Beda Jenis Kelamin
1. Quality time
Anak, terlepas dari apa pun jenis kelaminnya, pantas mendapatkan limpahan kasih sayang dan perhatian yang setara. Maka dari itu, oran tua perlu meluangkan waktu untuk menghabiskan waktu alias quality time bersama anak, seperti olahraga bersama, memasak bersama, membuat kesenian atau prakarya, menonton film, bermain atau camping bersama.
Mengapa quality time penting diberikan? Sebab, quality time bisa dijadikan sebagai ajang untuk mengobrol dan mengenal anak lebih dekat. Selain itu, quality time juga bisa menjadi kesempatan bagi orang tua untuk menanamkan nilai-nilai penting secara tidak langsung.
2. Memberi contoh perilaku yang sehat antar jenis kelamin
Ibu adalah role model perempuan pertama bagi anak laki-laki, pun dengan ayah yang merupakan role model laki-laki pertama bagi anak perempuan. Tentunya, perilaku dan pemikiran orang tua akan memengaruhi persepsi anak terhadap lawan jenis.
Misalnya, ketika ayah mendidik anak perempuan dengan kekerasan, maka anak perempuan kemungkinan akan tumbuh dengan trust issues pada laki-laki.
3. Memberi dukungan emosional
Aturan interaksi orang tua dan anak yang beda jenis kelamin selanjutnya adalah dengan tetap memberikan dukungan emosional dalam setiap tahap perkembangan anak.
Ketika anak sedang sedih atau kecewa, ajarkan anak untuk meluapkan emosi dengan cara-cara yang sehat, misalnya dengan bercerita dari ke hati lalu menemaninya melakukan kegiatan favorit yang dapat melegakan hatinya.
Hindari melarang anak laki-laki untuk menangis dan merasa sedih. Tunjukkan bahwa menangis adalah kegiatan yang manusiawi dan semua orang, tanpa mengenal gender, bisa mengalami perasaan sedih.
4. Hadir dan terlibat dalam aktivitas yang disukai anak
Orang tua sebaiknya ikut terlibat dalam aktivitas yang diminati oleh anak. Hal ini dapat menjadi peluang emas untuk membangun ikatan yang lebih erat sambil menunjukkan minat dan perhatian pada apa yang mereka sukai.
Ada beberapa orang tua yang segan terlibat dalam kegiatan anak yang beda jenis kelamin. Padahal, tidak ada salahnya mengenali minat dan bakat anak sepanjang itu hal positif. Misalnya, ayah bisa mendukung bakat anak perempuan dan ibu bisa mendorong bakat anak laki-lakinya.
5. Dilarang menyentuh area privat anak
Ketika anak memasuki masa pubertas, beberapa bagian tubuhnya akan mengalami perkembangan dan lebih sensitif pada sentuhan. Oleh sebab itu, orang tua tidak boleh asal menyentuh area dada, pantat, dan alat kelamin anak.
Bagi ayah, hindari memandikan dan membersihkan area privat anak perempuan ketika sudah menginjak usia sekolah. Begitu juga dengan ibu, sebaiknya batasi sentuhan fisik pada anak laki-laki ketika dia sudah memasuki usia sekolah.
Maka dari itu, penting untuk melatih anak mandi dan membersihkan area privatnya sendiri setelah buang air kecil dan buang air besar. Gunakan momen ini sebagai ajang untuk mengenal area tubuh mana yang boleh dan tidak boleh disentuh oleh orang lain.
6. Jangan mencium bibir anak
Para psikolog menyarankan pada orang tua agar tidak mencium bibir anak. Hal ini disebabkan karena bibir merupakan area yang sensitif dan bisa memicu respons seksual pada anak.
Selain itu, tindakan ini bisa membuat anak bingung tentang batasan privasi tubuhnya, sebab bibir dianggap sebagai area pribadi.
Hal ini juga bisa mengakibatkan anak memperbolehkan orang lain melakukan tindakan serupa terhadapnya atau sebaliknya, anak bisa melakukan hal serupa kepada orang lain. Makanya, sebagai gantinya, orang tua disarankan untuk mencium pipi, kening atau tangan anak.
7. Jangan ganti baju di depan anak
Aturan interaksi orang tua dan anak yang beda jenis kelamin selanjutnya adalah dengan menghindari mengganti pakaian di hadapan anak karena bisa menyebabkan pemahaman yang keliru tentang pentingnya menjaga privasi tubuh.
Yang perlu diingat bagi para orang tua adalah hindari mengganti pakaiab di depan anak, terutama anak yang berlawanan jenis kelamin, terlebih yang sedang dalam masa pertumbuhan.
Sebab, anak bisa saja berpikiran bahwa mengganti pakaian di depan orang lain adalah tindakan yang pantas. Sebagai orang tua, beri contoh pada anak bagian tubuh mana yang boleh terlihat dan tidak boleh terlihat di depan orang lain.
8. Jangan memperlakukan remaja seperti anak kecil
Sebaiknya, jangan berbicara dengan anak remaja layaknya orang tua berbicara dengan anak kecil. Mulailah untuk memahami bahwa anak yang dulu diperlakukan orang tua sekarang sudah tumbuh menjadi remaja. Dia bukan lagi anak kecil yang perlu perlakuan seperti dulu, bahkan tidak lama lagi dia akan tumbuh menjadi dewasa.
Nah, dengan mengetahui aturan interaksi orang tua dan anak yang beda jenis kelamin di atas, mulailah untuk berinteraksi dengan anak-anak sesuai dengan tahapan usianya, dengan penuh rasa hormat dan tanggung jawab. Semoga bermanfaat!