IntipSeleb – Kepopuleran K-Pop di Indonesia tidak diragukan lagi. K-Pop sudah masuk ke berbagai sektor kehidupan di Indonesia, sehingga membuatnya menjadi sasaran empuk dalam kampanye politik.
Padahal, menunggangi K-Pop untuk kampanye politik adalah hal yang diprotes keras oleh fans K-Pop. Terus, kenapa ya K-Pop jadi sasaran empuk kampanye politik? Yuk, scroll terus!
K-Pop Jadi Target dalam Kampanye Politik
K-Pop menjadi sasaran empuk kampanye politik karena demografi penggemarnya, literasi teknologi mereka, dan sifat partisipatif dari budaya fandom K-pop. Fans K-Pop terkenal dengan partisipatif tinggi mereka, yang ingin dimanfaatkan dalam kampanye politik.
Mengutip Washington Post, demografi penggemar K-pop, yang sebagian besar adalah generasi muda dan melek teknologi, membuat mereka memiliki banyak informasi tentang isu-isu sosial dan politik, sehingga semakin memudahkan keterlibatan mereka dalam aktivisme digital.
Maka dari itu, kampanye politik yang memanfaatkan fandom K-Pop demi menjangkau dan memobilisasi pemilih muda serta membentuk opini publik.
Berdasarkan laporan dari Philstar, salah satu contoh spesifik penggunaan K-Pop dalam kampanye politik adalah penggunaan strategi K-pop pada pemilu Filipina tahun 2022. Strateginya berupa menggunakan kampanye dan acara media sosial yang terinspirasi dari K-pop, seperti menggunakan lagu-lagu K-pop sebagai jingle kampanye dan menggabungkan gerakan tarian K-pop ke dalam demonstrasi politik.
Begitu juga di Chile dan Brasil. Kampanye politik melibatkan K-Pop dengan mempromosikan grup favorit mereka demi mendapatkan suara, begitu seperti dikutip dari Technology Review.
Fenomena Kampanye Politik Tunggangi K-Pop di Indonesia
Walau begitu, kampanye politik yang bawa-bawa nama K-Pop di Indonesia, nggak terlalu berpengaruh atau bahkan panen hujatan.
Fans K-Pop Indonesia kebanyakan berpendapat, politik dan K-Pop adalah dua sisi yang berbeda. Oppa-oppa di Idol K-Pop juga nggak punya hubungan sama sekali sama kampanye politik di Indonesia.
Apalagi, banyak idol K-Pop yang menunjukkan netralitas saat Pemilu Presiden Korea Selatan. Berdsarkan laporan Korea JoongAng Daily, idol K-Pop yang kelihatan nggak netral akan mendapakan hujatan.
Makanya, Dayoung WJSN menyalakan filter hitam putih saat live streaming karena baju warna pinknya bak mewakili salah satu capres Korea Selatan. Makanya, idol K-Pop berhati-hati banget saat masa pemilu.
Melihat contoh nyata dari Idol, tentunya fans K-Pop Indonesia mengadopsi perilaku mereka. Fans ogah K-Pop dibawa-bawa sebagai alat politik. Tapi K-Pop masih jadi bahan alat politik yang menggiurkan.
Misalnya saja, beberapa partai politik di Indonesia give away tiket konser BLACKPINK pada Maret 2023 lalu. Seperti laporan Benarnews.org, Partai Gerindra misalnya minta fans berpose dengan merchandise BLACKPINK dengan baliho Prabowo Subianto.
Ganjar Pranowo juga pernah mengaku ingin mengundang idol K-Pop tampil di Indonesia. Padahal kala itu, Ganjar jadi kandidat terkuat capres dari PDIP. Bahkan kini, lagu kampanye Ganjar-Mahfud MD dari GM24 berjudul Langit Cerah dituduh plagiat lagu After School oleh Weeekly.
Sontak saja, fans K-Pop marah karena merasa musik Pop Korea menjadi alat politik. Banyak yang mengklaim, kecintaan terhadap K-Pop berusaha dieksploitasi untuk kepentingan kampanye.
Fenomena K-Pop yang jadi sasaran empuk kampanye politik di Indonesia mencerminkan bagaimana K-Pop menjadi ladang suara muda yang menggiurkan. Tapi, sikap kritis dari generasi muda penggemar K-Pop membuat para politisi harus ekstra hati-hati kalau mau pakai K-Pop sebagai alat kampanye.