Jakarta – Jakarta Digital Conference digelar oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dengan pembahasan tentang “RUU Penyiaran: Langkah Mundur dalam Ekosistem Siber di Indonesia” pada Kamis, 4 Juli 2024.
Salah satu narasumber dalam acara tersebut, Yadi Hendriana yang merupakan anggota Dewan Pers sekaligus Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers, menyinggung kualitas konten yang digemari masyarakat. Scroll untuk informasi selengkapnya.
Kritik Konten Tidak Berkualitas
Dalam Jakarta Digital Conference, Anggota Dewan Pers sekaligus Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Yadi Hendriana menyinggung konten-konten yang marak disukai masyarakat Tanah Air. Ia menyatakan bagaimana penyiaran konten Tanah Air memiliki masalah sejak dulu yang tak pernah berubah sampai saat ini.
“Pertama itu adalah konten banyak yang tidak berkualitas dan tidak berorientasi pada kepentingan publik. Kemudian yang kedua keberpihakan pada publik kecil. Yang ketiga, konten berkualitas dengan tingkat kepermisaan rendah,” ungkap Yadi Hendriana di kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada Kamis, 4 Juli 2024.
Yang paling parah, menurut Yadi Hendriana, merupakan monopoli lembaga survey rating yang tidak berorientasi kualitas, melainkan market atau audiens. Ia pun mengaku bahwa ia telah buka suara tentang RUU Penyiaran sejak 12 tahun yang lalu.
“Bagaimana TV mau bagus? Orang lembaga survey itu mengukur pada tingkat kesukaan publik, bukan pada kualitas program,” kata Yadi Hendriana.
3 Konten Teratas yang Disukai Masyarakat
Yadi Hendriana menyadari semangat Komisi I DPR RI memiliki semangat untuk melindungi media penyiaran konvensional yang tergerus oleh media digital atau media sosial. Namun, ia pun mempertanyakan pemerintah parlemen yang malah mengatur user atau pengguna, bukan platform media itu sendiri.
Tak sampai di situ, Yadi Hendriana bahkan blak-blakan menyinggung konten-konten yang paling disukai masyarakat Indonesia, yang justru di bawah kualitas itu sendiri.
“Masyarakat kita itu suka dengan tiga konten. Kekerasan, kemudian horor, yang ketiga seks. Ketiga itu kalau muncul di TV ratingnya besar,” kata Yadi Hendriana.
Menurut Yadi Hendriana, apapun yang terkait dengan seks tak ada yang publik protes kepada Dewan Pers. Oleh karena itu, mereka mengambil tindakan tegas dengan langsung menghapus konten berbau hal tersebut tanpa menunggu respons publik.