Foto : Instagram/filmbudipekerti

JakartaFilm Budi Pekerti berpusat pada kisah Bu Prani (Sha Ine Febriyanti), seorang perempuan yang berprofesi sebagai guru BK di salah satu sekolah di kawasan Yogyakarta dan disukai banyak murid-muridnya. Ia memiliki suami seorang bipolar bernama Pak Didit (Dwi Sasono), dua orang anak bernama Muklas (Angga Yunanda) dan Tita (Prilly Latuconsina).

Suatu hari, di tahun pandemi COVID-19 melanda Indonesia, Bu Prani pergi membeli kue putu di pasar untuk sang suami. Saat antrean sangat panjang, Bu Prani melihat seorang pria, yang dapat giliran belakangan, berusaha menitipkan pesanannya kepada pria yang sebentar lagi nomornya dipanggil.

Bu Prani merasa geram dengan sikap pria penitip tadi karena dianggap tak ingin mengantre lama. Bu Prani menegur pria itu dan terlibat percekcokan cukup sengit.

Tanpa disadari, ada orang yang merekam percekcokan Bu Prani dan pria itu yang kemudian diunggah di media sosial. Dari sini konflik mulai terjadi pada diri Bu Prani.

Cerita Ringan Disajikan Dengan Apik

Foto : IntipSeleb/Yudi

Cerita yang diangkat film Budi Pekerti terbilang ringan dan sangat dekat dengan masyarakat Indonesia. Meski begitu, karena penyajian yang apik, hal ringan itu berubah menjadi tontonan yang sangat menarik.

Dari awal film, deskripsi tokoh cukup jelas tanpa menghabiskan waktu banyak. Cerita pun tak bertele-tele hingga tak lama memasuki awal konflik cerita.

Setelah sampai pada konflik awal, alur cerita cukup terasa realistis. Hebatnya, satu problem solving dapat disajikan menjadi konflik baru yang lebih menegangkan, namun tetap tidak berlebihan.

Satu persatu konflik hadir dengan segala masalah dalam karakternya masing-masing yang nantinya bisa terasa seperti konflik internal satu sama lain. Karakter Pak Didit saja, yang waktu layarnya sedikit, bisa mendukung pembangunan masalah internal ini.

Akting Para Pemeran Memukau

Foto : IntipSeleb/Yudi

Untuk akting, rasanya tidak ada yang gagal dari usaha Sha Ine, Angga, Prilly, dan Dwi Sasono di depan layar. Keempatnya mampu membangun dan menunjukkan karakter mereka masing-masing dengan baik.

Namun tetap saja, panggung kali ini diperuntukkan bagi Sha Ine. Ia mampu memerankan Bu Prani yang baik sebagai guru BK. Namun, di sisi lain, ia juga seolah mampu mewakili ekspresi semua orang ketika mendapatkan masalah bertubi-tubi serupa.

Dwi Sasono pun sangat menjiwai karakter Pak Didit. Mimik hingga intonasi suara sedemikian rupa membuat penonton yakin bahwa Pak Didit adalah seolah bipolar yang mesti pergi ke psikiater.

Prilly pun sangat ciamik memerankan Tita. Meski tak seperti perannya di kebanyakan film yang cenderung ekspresif, ia tetap mampu membangun karakter Tita yang punya kepribadian tenang namun tidak lemah.

Akting Angga pun tidak bisa dibilang jelek. Ia tetap mampu membawakan karakter Muklas dengan cukup baik.

Akhir yang Sulit Dimengerti

Foto : IntipSeleb/Yudi

Sebagaimana diakui Wregas Bhanuteja, sutradara, film Budi Pekerti menyajikan banyak simbolisasi. Mulai dari pemilihan warna, setting tempat, dan sebagainya.

Hal ini juga terjadi di bagian akhir cerita film ini. Ada simbolisasi yang tetap konsisten disajikan Wregas.

Namun, bagi orang yang sulit menangkap simbolisasi yang disajikan Wregas, akhir cerita film ini bakal dianggap sad ending atau bahkan menggantung. Bisa jadi, film ini akan dianggap sebagai kumpulan konflik dengan problem solving-nya yang kembali berubah menjadi konflik.

Bu Prani dan keluarga pun bakal dianggap lari dari masalah yang ada. Penonton bisa jadi bakal tidak puas dengan akhir cerita film ini.

Namun, jika penonton cukup waktu untuk menemukan simbolisasi di akhir cerita, sesungguhnya ending film ini sangat solutif sekali. Ending ini bakal masuk akal dengan alur cerita yang berputar pada konflik dan problem solving yang terjadi berulang kali.

Topik Terkait