Foto : Instagram/kultusiblis

Jakarta – Film Kultus Iblis bercerita tentang pencarian dua orang anak kembar bernama Raka dan Naya mengenai semua hal soal ayahnya yang telah meninggal secara tragis dan jenazahnya tiba-tiba hilang. Raka dan Naya memutuskan pergi ke kampung halaman sang ayah untuk bertemu dengan nenek mereka dan mencari informasi yang ingin mereka ketahui.

Alih-alih membawa pulang informasi, Raka dan Naya malah harus bertualang di desa terpencil yang menyeramkan dan misterius. Intip review film Kultus Iblis di bawah ini.

Isu yang Unik

Foto : IntipSeleb/Yudi

Secara isu, film Kultus Iblis mengangkat kisah horor yang jarang diangkat kebanyakan, yakni pemujaan setan. Dari awal, film ini terasa tak ingin bertele-tele dan langsung mengarahkan mata penonton ke peristiwa yang membawa dua karakter utama pada pokok permasalahan.

Alih-alih demikian, proporsi penjelasan yang kurang mumpuni menjadikan sebagian scene film ini terasa tampil sambil lalu saja di mata penonton. Beberapa ide cerita, yang seharusnya bisa diperjelas, malah kurang bisa disajikan.

Di film ini, seperti kebanyakan genre horor, beberapa kejanggalan yang membuat para penonton bertanya-tanya pun ditampilkan. Meski begitu, kejanggalan-kejanggalan tersebut seharusnya bisa disuguhkan dengan lebih baik, dalam, jelas, hingga dapat mudah diselaraskan keterhubungan satu sama lainnya oleh penonton.

Akhirnya, potensi besar sebuah ide cerita kurang bisa dikembangkan dan disajikan kepada penonton dengan baik. Padahal, ada beberapa adegan yang mestinya bisa dipersingkat dan diganti dengan hal penting lain demi memperjelas dan memperdalam nilai horor film ini.

Yasamin Jasem Menunjukkan Kelasnya

Foto : IntipSeleb/Yudi

Soal akting, bisa dibilang, Yasamin Jasem menjadi pemeran paling menonjol di film Kultus Iblis. Bukan cuma karena tuntutan sebagai pemeran utama, namun aktingnya sebagai karakter Naya benar-benar memberikan gambaran tentang seorang yang tak ingin mengambil resiko, namun ketika sudah tepat di depan matanya, ia berubah menjadi pemberani, tak mudah takut tanpa kehilangan sisi feminim sebagai wanita.

Kehebatan Yasamin berakting seperti mengharuskan seorang Fadi Alaydrus, yang juga pemeran utama, untuk meningkatkan lagi kebolehannya di dunia peran. Saat disandingkan, sinar Fadi seolah dimonopoli secara tidak langsung oleh Yasamin di hampir semua scene.

Sedangkan, Alit Aryani Willems yang memerankan karakter Mbah Jimah, sebagai antagonis, masih kurang mampu memberikan kesan mencekam di setiap kehadirannya bersama Naya dan Raka. Sebenarnya, secara akting, Alit mampu memerankan karakter Mbah Jimah, apalagi di seperempat akhir film, dengan cukup baik.

Namun, nuansa, scoring, pengambilan gambar pada film Kultus Iblis kurang bisa mendukung kesan mencekam yang seharusnya mampu membuat Alit lebih bersinar lagi. Hal ini, yang hampir menghabiskan setengah porsi dari jalan cerita, membuat pengalaman menonton film horor jadi berkurang karena sang antagonis pun kurang bisa ditonjolkan.

Kesan horor baru lebih terasa di seperempat akhir jalannya cerita. Itu pun bisa lebih terasa berkat bantuan unsur thriller yang membumbui film Kultus Iblis ini.

Unsur Horor Mesti Ditambah Lagi

Foto : IntipSeleb/Yudi

Mengulas lebih dalam, unsur horor di film ini mestinya bisa ditambah lagi. Meski tak ingin mengandalkan kengerian dan kejutan seperti kebanyakan film dengan genre sama, nuansa horor di film ini tidak cukup untuk memenuhi ekspektasi penonton, apalagi dengan judul Kultus Iblis.

Jika digambarkan dengan lebih mencekam lagi, desa, sebagai latar utama, akan sangat bisa mendukung nilai horor film ini. Elemen rumah, pekarangan, tumbuhan, dan warga di dalam desa seharusnya bisa lebih mudah menggugah imajinasi penonton tentang sebuah tempat pemujaan iblis dilakukan.

Dua tempat yang mampu membuat penonton yakin bahwa desa itu merupakan tempat pemujaan iblis adalah hutan dan goa. Bahkan, rumah mbah Jimah saja kurang bisa menggambarkan kediaman tokoh penting dalam pemujaan iblis.

Topik Terkait