“Kalau film berbahasa Jawa ini tidak bisa meraih penonton sampai 500 ribu, honor saya tidak usah dibayar!” ungkapnya kala itu.
Bayu mengaku bangga dan sangat percaya diri untuk memproduksi film berbahasa daerah. Ini bukan semata-mata karena Yowis Ben telah berhasil meraih jumlah penonton sampai ratusan ribu. Namun, film berbahasa daerah bisa ikut melestarikan penggunaan bahasa daerah.
“Saya bersyukur masih bisa berbahasa Jawa halus. Anak- anak generasi Z sekarang ini berbahasa Jawa dicampur dengan bahasa Indonesia,” kata Bayu.
Pelestarian Bahasa Daerah
Selain Bayu Skak hadir juga Susi Ivvaty mantan wartawan harian Kompas, peliput bidang seni dan film yang kini aktif di Tradisi Lisan dan Lesbumi—Lembaga Seni dan Budaya di bawah naungan ormas Nahdatul Ulama (NU).
Susi menemukan film memegang peranan strategis dalam upaya pelestarian bahasa daerah. Dia mencontohkan beberapa film seperti 'Siti' dan 'Turah' yang menggunakan bahasa daerah Jawa, lalu ada film 'Uang Panai' yang menggunakan bahasa Makasar dan juga film 'Yuni' yang mengangkat cerita tradisi masyarakat Serang Banten.
“Di sinilah kita lihat bahasa itu menjadi keutamaan rasa, bahasa budaya dan dalam bahasa daerah itu kuat sekali,” ucap Susi.