Foto : Ist

Sampai akhirnya kini, masyarakat Jawa cukup sering dilekatkan dengan ‘ilmu’nya. Mula dari ilmu pelet untuk mengikat hati seseorang, ilmu ngepet untuk mengumpulkan kekayaan tanpa bekerja, atau bahkan santet yang bisa melukai seseorang untuk balas dendam tanpa mengotori tangan. Ilmu-ilmu seperti ini yang umumnya didapatkan dengan syarat berpuasa atau berdiam di suatu tempat dalam waktu berhari-hari bahkan berbulan-bulan.

Berkat kentalnya budaya dan keyakinan masyarakat yang berbau mistis ini, Sheikh Jumadil Kubro bingung. Akhirnya ia menuliskan surat untuk Kekaisaran Turki Utsmani yang pada saat itu dipimpin oleh Sultan Muhammad I yang merupakan kakek dari Muhammad Al-Fatih. Menanggapi surat tersebut, Sultan Muhammad I kemudian mengutus seorang sheikh bernama Sheikh Muhammad Al-Baqir atau yang kemudian lebih dikenal Sheikh Subakir.

Sheikh Subakir ini menguasai ilmu rukyah. Beliau merasakan hawa yang berbeda ketika menginjakkan kaki di tanah Jawa. Beliau lalu masuk ke kawasan gunung di Jawa Tengah. Kang Rashied menyebutkan bahwa salah satu tempat berlindung jin dan setan adalah di ketiak atau celah-celah gunung. Untuk mengusir kawanan jin dan setan tersebut, Sheikh Subakir membacakan salah satu ayat Al Quran yang artinya:

“Sekiranya Kami turunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berpikir.” (Al-Hasyr: 21)

Kemudian kalau gunung terpecah belah, bagaimana jin dan setan yang berlindung di ketiaknya? Mereka, lanjut Kang Rashied, dialokasikan oleh Sheikh Bakir menuju Alas Roban. Setelah itu, Sheikh Subakir mendakwahkan masyarakat Jawa dan mengajarkan mereka tujuan dan tata cara puasa yang benar menurut Islam.

“Pembeda puasa umat Islam dan umat lain adalah sahur. Pembeda ibadah dan adat istiadat adalah niat,” simpul Kang Rashied.

Berita Kepergian Kang Rashied

Topik Terkait