Jakarta – Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), buka suara soal skripsi yang terkadang memberatkan mahasiswa. Baru-baru ini, dirinya mengatakan jika mahasiswa tidak perlu skripsi.
Nadiem Makarim pun mengajukan opsi lainnya untuk menentukan kelulusan. Yuk intip pernyataan dari Mendikbudristek di bawah ini.
Pembahasan Soal Skripsi
Nadiem Makarim selaku Mendikbudristek menyatakan jika skripsi harusnya bukan menjadi syarat lulus mahasiswa. Terlebih dengan banyaknya program studi yang ada.
"Kalau kita ingin menunjukan kompetensi dalam bidang yang technical, apakah penulisan karya ilmiah yang di-publish secara scientific itu adalah cara yang tepat untuk mengukur kompetensi dia dalam technical skill itu?," ungkap Nadiem Makarim, dilansir dari kanal YouTube KEMENDIKBUD RI pada 30 Agustus 2023.
Menurutnya, setiap program studi punya kebebasan sendiri untuk menentukan untuk kompetensi standar lulus setiap mahasiswanya. Nadiem Makarim juga membebaskan setiap universitas untuk implementasi teori dan praktek untuk mahasiswanya yang jadi standar untuk lulus.
“Harusnya bukan Kemendikbud Ristek yang menentukan, harusnya setiap kepala prodi punya kemerdekaan untuk menentukan gimana caranya mereka mengukur standar kelulusan pencapaian mereka," katanya lagi.
"Jadi sekarang, Bapak Ibu, kompetensi ini tidak dijabarkan secara rinci lagi. Perguruan tinggi yang dapat merumuskan kompetensi sikap dan keterampilan secara terintegrasi. Dan Bapak Ibu, tugas akhir bisa berbentuk macam-macam. Bisa berbentuk prototipe, bisa berbentuk proyek, bisa berbentuk lainnya, ya, tidak hanya skripsi, tesis, atau disertasi," jelas Nadiem Makarim.
Skripsi Tak Wajib
Nadiem Makarim menjelaskan jika skripsi harusnya tak dibutuhkan, pasalnya selama 4 tahun, harusnya mahasiswa sudah bisa membuktikan kompetensinya untuk lulus.
Namun, keberadaan skripsi, tesis, atau disertasi juga ia kembalikan ke universitas yang bersangkutan untuk lebih lanjut dibuat keputusan.
"(Jika) program studi ini sudah menerapkan project based learning di dalam kurikulum mereka, prodi itu bisa opt out. Dia bisa memilih dan meng-argue, berdebat dengan badan akreditasi untuk bilang 'anak-anak saya sudah melalui berbagai macam tes kompetensi di dalam pendidikan dia selama tiga, empat tahun,” jelas Nadiem Makarim.
“Saya merasa saya tidak membutuhkan tugas akhir untuk bisa membuktikannya karena saya sudah membuktikannya selama tahun-tahun ini'," pungkas Nadiem Makarim soal skripsi.