Dengan hati yang berdebar-debar, mereka duduk di lingkaran dan meletakkan boneka itu di atas kain putih. Dina membawa sebuah lilin dan menyalakannya, mengisi ruangan dengan cahaya gemerlap yang fluktuatif. Maya memulai mantra kuno yang mereka temukan dari cerita rakyat, sedangkan yang lainnya ikut bergabung dalam menyanyikan mantra tersebut.
"Jelangkung..jelangkung, datanglah ke pestaku. Datang tak dijemput, pulang tak di antar.”
Saat mantra mencapai puncaknya, mereka merasakan suasana berubah. Udara menjadi dingin dan tegangan menebal di sekitar mereka. Tiba-tiba, boneka itu bergerak perlahan-lahan, seolah-olah memiliki kehidupan sendiri. Matanya yang terbuat dari tanah liat tampak melotot, dan senyumnya berubah menjadi sebuah ekspresi yang aneh.
Ketika mantra berakhir, suasana kembali normal, tetapi ada kehadiran yang tak terlihat yang terasa di sekeliling mereka. Lilin bergetar dan kegelapan tampak lebih dalam di sudut-sudut ruangan.
Maya menelan ludah, mencoba mengatasi ketakutannya. "Kamu-kamu nggak lihat apa-apa, kan?" tanyanya dengan nada gemetar.
Namun, Andre melihat sesuatu yang tidak beres. Kaca jendela yang retak-retak tampaknya menunjukkan bayangan-bayangan yang bergerak di luar. "Ada sesuatu di luar sana," bisiknya dengan suara parau.
Sebelum mereka sempat bereaksi, pintu rumah itu tiba-tiba berderak dan terbuka dengan sendirinya.
Rizky meraih batu besar yang ada di dekatnya, berusaha menahan rasa takutnya. "Siapa yang di sana?!" pekiknya dengan keras. Tidak ada jawaban, hanya hening yang menakutkan.