Namun, pendapat ini cukup berbeda dengan Imam Hanafi. Imam Hanafi hanya membolehkan menggauli jika yang menikahinya laki-laki melakukan zina dengannya.
Sedangkan Imam Syafi'i membolehkan menggaulinya baik oleh laki-laki yang menghamilinya atau bukan. Sementara itu, menurut Imam Maliki dan Hambali tidak membolehkan menikahi wanita hamil di luar nikah baik dengan laki-laki yang menghamilinya atau bukan yang menghamilinya.
Selain itu, Imam Hanafi dan Syafi'i berpendapat bahwa mentalak wanita hamil hukumnya jaiz (boleh). Adapun menurut Imam Maliki mentalak wanita hamil hukumnya haram, sebab mereka mengkiyaskan talak di dalamnya kepada talak pada masa haid di luar kehamilan.
Pendapat Imam Hanafi dan Syafi’I bahwa tidak ada iddah bagi wanita hamil karena zina. Sedangkan Imam Maliki dan Hambali, yaitu mewajibkan adanya iddah bagi wanita hamil di luar nikah.
Sebenarnya, semua pendapat yang menghalalkan wanita hamil di luar nikah dinikahkan dengan laki-laki yang menghamilinya, karena beberapa nash. Aisyah ra berkata, Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, kemudian beliau berkata:
“Awalnya kotor dan akhirnya perbuatan nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal.” (HR Thabrani dan Daruquthni).
Adapun pendapat yang mengharamkan seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sedang mengandung anak dari orang lain. Hal itu dapat mengakibatkan rancunya nasab anak tersebut. Dalilnya adalah beberapa nash berikut ini.