IntipSeleb Gaya Hidup – Di Tanah Air sudah banyak kasus kematian yang diakibatkan kanker serviks atau kanker leher rahim. Bahkan di tahun 2020 lalu, Data Observasi Kanker Dunia, Globocan mencatat ada 21.003 angka kematian.
Oleh karena itu, kenali virus Human Papillomavirus (HVP) yang bisa menyebabkan kanker serviks. Penasaran? Simak selengkapnya ulasan di bawah ini!
Bahaya Infeksi HVP
Dalam satu kesempatan. Dokter spesialis kandungan dan ginekologi, Dr.dr. Cindy Rany SpOG-KFER memberikan informasi bahayanya infeksi HPV yang bisa menyebabkan kanker serviks.
"Kanker serviks adalah kanker pada serviks (leher-rahim) bagian bawah pada rahim yang menghubungkan rahim dan vagina," tulisnya dikutip Intipseleb dalam presentasi dokter Cindy saat ditemui di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 2 November 2022.
Sebagai mana diketahui, Human papillomavirus atau HPV merupakan virus yang dapat menyebabkan infeksi dipermukaan kulit.
"Kanker serviks tidak terjadi secara tiba-tiba. Biasanya diperlukan waktu bertahun-tahun, walaupun terkadang dapat terjadi dalam waktu yang singkat," tulisnya.
Dalam keterangannya jika seorang perempuan terinfeksi HVP, namun sistem tubuhnya tak berhasil membunuh virus tersebut. Maka, HVP dapat mengakibatkan sel darah didaerah serviks menjadi abnormal.
Bila tidak terdeteksi atau diobati secara dini, maka sel-sel abnormal ini akan berkembang menjadi prokanker dan secara bertahap akan menjadi kanker.
Angka Kematian Kanker Servik Paling Banyak di Indonesia
Dokter Cindy menyebut jika kanker serviks di Indonesia memiliki angka kematian yang cukup tinggi. Sementara di dunia ada kanker payudara.
"Kanker paling tinggi di Indonesia kanker serviks. Kalau di dunia payudara, angka indonesia masih juara (kanker serviks)," ucapnya saat jumpa pers.
Dalam presentasinya, infeksi HVP bisa terjadi pada semua kalangan. Namun, yang paling tertinggi pada usia remaja dan dewasa.
Menurut survey Inasgo data registry, data kanker serviks Indonesia pada tahun 2009 sampai 2014. Perempuan berusia 36 hingga 55 tahun terkena penyakit tersebut.
"Di Indonesia, lebih dari 70% pasien datang sudah dalam stadium lanjut (paling banyak stadium 3," tulis dokter Cindy. (bbi)